Insan dan Waktu: Cerpen Hastarika
Insan
dan Waktu
Pengarang: Hastarika Purwitasari
A
|
lkisah, di suatu Lautan Kehidupan berjajarlah beberapa pulau.
Pulau-pulau itu bernama Pulau Masa Lalu, Pulau Mimpi, dan Pulau Masa Depan.
Ketiga pulau tersebut saling terpisah, namun berdampingan.
Suatu hari di Pulau Masa Lalu, terdapat salah satu penghuni
yang bernama Insan. Si Insan tersebut sedang menangis terisak-isak, tapi setelah
itu ia tersenyum dan kemudian tertawa. Tiba-tiba, ada yang datang menghampirinya.
“Hai, Insan. Apa yang sedang kau lakukan disini?” tanya
suara itu. Si Insan pun terkejut.
“Kau siapa? Bagaimana kau bisa tahu namaku?” tanya Insan.
“Aku adalah Waktu. Tentu saja aku mengetahui semuanya.” jawab
suara itu.
“Benarkah? Kalau begitu, bisakah kau membantuku, Waktu?” pinta
Insan.
“Iya, tentu saja Insan. Aku akan membantumu sebisaku, asal
kau mau mendengarkanku.”
“Waktu, setiap hari di tempat ini aku bertemu dengan warga
kenangan. Mereka selalu membuatku menangis walaupun sesekali aku tertawa. Aku
rasa aku sedang terjebak oleh mereka. Bisakah kau membawaku keluar dari pulau
ini?” kata Insan.
“Insan, kau pasti sangat sedih. Hmm, baiklah, naiklah ke
perahuku dan kita akan mulai perjalanan. Aku akan membawamu ke sebuah tempat.”
“Kau sangat baik, Waktu. Tapi, kemanakah kita akan pergi?”
“Ke Pulau Mimpi” kata sang Waktu.
“Baiklah, aku akan ikut bersamamu.”
Beberapa lama kemudian, sampailah mereka di Pulau Mimpi.
Mereka pun berkeliling. Di pulau itu ada sebuah rumah yang sangat megah. Di sekeliling
rumah itu banyak bunga warna-warni yang bermekaran dan juga pohon anggur yang
sedang berbuah lebat dan ranum. Di serambi rumah itu terdapat kursi dengan
hiasan permata yang sangat indah. Insan pun takjub. Ia kemudian memetik anggur
dan beberapa tangkai bunga. Lalu ia duduk di kursi berhiaskan permata yang
indah itu. Ia terlihat sangat senang. Sang Waktu pun membiarkan Insan menikmati
semuanya. Waktu tahu Insan memang butuh sedikit hiburan setelah terjebak di
Pulau Masa Lalu.
Beberapa lama kemudian, sang Waktu pun berkata “Insan,
sepertinya kita sudah lama berada disini dan sebentar lagi semuanya akan
lenyap. Ayo! Sebaiknya kita pergi.”
“Benarkah Waktu? Tapi aku sangat senang disini, tanpa ada
kenangan dan kesedihan.”
“Insan, ini adalah Pulau Mimpi, semua yang ada disini bisa
hilang kapanpun.”
“Waktu, ayolah lagipula ini masih pagi. Izinkan aku lebih
lama lagi disini. Ah, tidak, sebentar saja. Jadi, tunggulah aku sebentar lagi.”
Pinta Insan.
“Baiklah, Insan. Terserah padamu, padahal aku akan membawamu
ke Pulau Masa Depan dan bertemu dengan Rintangan dan juga Kesuksesan. Aku rasa
aku tidak bisa memaksamu. Selamat tinggal Insan.”
Sang Waktu pun pergi. Ia meninggalkan Insan yang masih menikmati
keindahan Pulau Mimpi. Insan sepertinya tidak peduli dengan kepergian Waktu.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan semua benda-benda
yang ada di Pulau Mimpi tersebut menghilang. Si Insan pun bingung. Kemudian ia
teringat kata-kata sang Waktu. Ia merasa sedih. Ia lalu berjalan dan terus
berjalan di atas Pulau Mimpi yang telah kosong. Ia berteriak mencari sang
Waktu.
“Waktu, Waktuuu, kau dimana?..Bukankah kau akan membawaku ke
Pulau Masa Depan. Waktuuu, Waktuuu! ”
Insan terus berteriak dan mencari, namun sang Waktu tidak
juga muncul. Dijalan, ia malah bertemu dengan Kesadaran.
“Kesadaran, kau tahu dimana sang Waktu berada?” tanya Insan
kepada Kesadaran.
“Maafkan aku, Insan. Aku tidak melihatnya”.
“Kau tidak melihatnya? Tapi setidaknya bisakah kau
membantuku, Kesadaran, membawaku ke Pulau Masa Depan.”
“Maafkan aku, Insan. Itu bukan tugasku. Tugasku hanya
menyadarkan siapa saja yang terjebak di Pulau Mimpi, seperti kau salah satunya”
kata Kesadaran.
Si Insan pun mengerti. Ia mulai sadar. Tapi tetap saja ia
merasa sedih karena Waktu meninggalkannya. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan
sekarang. Insan pun terduduk dan termenung. Ia menunggu Waktu, “mungkin saja ia
kembali sebentar lagi” pikirnya.
Tiba-tiba, angin berhembus dan kemudian berkata, “Hai,
Insan. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa sang Waktu tak akan menunggumu. Jika
ia sudah pergi, sang Waktu tak akan pernah kembali.” kata sang Angin.
Mendengar perkataan sang Angin, Insan pun semakin sedih. Ia
pun menangis terisak-isak. Beberapa lama kemudian Kesempatan sedang berjalan di
depannya. Ia pun berhenti menangis.
“Kesempatan, kesempatan, bisakah kau membantuku menuju Pulau
Masa Depan? Sang Waktu sudah meninggalkanku.”
“Maafkan aku, Insan. Aku tidak bisa membawamu sendirian, aku
hanya bisa membawamu jika sang Waktu masih ada bersamamu.”
Insan pun kecewa. Ia bingung lagi. Lalu, ia bertemu dengan Keberuntungan.
“Keberuntungan, Keberuntungaan, Sang Waktu sudah
meninggalkanku, aku mohon tolonglah aku menuju Pulau Masa Depan, Keberuntungan,
aku mohon bantulah aku”. Kata Insan memelas.
“Insan, sebenarnya aku tidak bisa membantumu. Tapi, baiklah
akan kuberi kau sedikit keberuntunganku. Pakailah perahu ini menuju Pulau Masa
Depan.” kata sang Keberuntungan.
“Keberuntungan, kau baik sekali. Terimakasih banyak
Keberuntungan.” Ucap Insan senang. Tanpa berpikir panjang ia pun menaiki perahu
itu menuju Pulau Masa Depan.
Di perjalanan, ia bertemu dengan Petaka. Sang Petaka
menertawakannya.
“Hei, Insan. Aku dengar kau kehilangan sang Waktu, sungguh
menyedihkan sekali. Kau jadi terlambat. Sekarang kau memakai perahu
Keberuntungan. Hahaha.. Jika sang Keberuntungan tidak berbaik hati padamu,
entah apa yang bisa kau lakukan?” kata sang Petaka. Petaka pun pergi berlalu. Tapi
Petaka sepertinya benar.
Insan hanya bisa terdiam dan menunduk. Ia menjadi terlambat
menuju Pulau Masa Depan. Ia menyesal telah ditinggalkan sang Waktu.
Angin pus berhembus kembali.
“Hanya waktu yang mengerti, tapi waktu juga tidak akan
menunggu”
“Waktu yang sudah pergi meninggalkan kita, tidak akan pernah
kembali untuk menjemput kita”.
(Selesai)
Pengarang: Hastarika Purwitasari
FB Pengarang: Hastarika Purwitasari
Comments
Post a Comment