Sistem yang Menenangkan
The System of Dr. Tarr and Prof. Fether
[Sistem
yang Menenangkan]
Cerpen Terjemahan
Pengarang: Edgar Allan Poe
Penerjemah: Harum Wibowo
Musim gugur tahun 18xx.
Dalam perjalananku melewati provinsi-provinsi bagian
selatan Prancis yang terkenal ekstrim, aku memutuskan untuk mengunjungi rumah
sakit jiwa swasta Maison de Sante yang telah sering kudengar dari rekan kerja
medisku. Karena aku belum pernah mengunjungi tempat seperti itu sebelumnya,
maka pikirku kesempatan ini sayang untuk dilewatkan. Jadi, aku membujuk teman
seperjalananku (seorang pria yang baru kukenal sejak beberapa hari yang lalu)
agar kami memutar haluan barang satu atau dua jam untuk melihat-lihat tempat
tersebut. Dia segera menolak. Pertama, alasannya, kami seharusnya berjalan
lebih cepat, dan kedua, dia tidak ingin bertemu dengan orang-orang gila.Namun,
dia bersikukuh agar jangan ada rasa bersalah kepadanya jika aku ingin
meninggalkannya untuk memenuhi keingintahuanku, dan dia akhirnya menyarankan
bahwa dia akan tetap melanjutkan perjalanan, tapi dengan sangat lambat dan
santai, sehingga nantinya aku dapat menyusulnya pada hari itu juga, atau
keesokan harinya. Saat dia akan mengucapkan salam perpisahan, aku baru terpikir
bahwa mungkin saja aku akan mengalami kesulitan untuk dapat masuk ke tempat
tersebut, jadi kuungkapkan kekhawatiranku ini padanya. Katanya, jika aku tidak
mengenal kepala rumah sakit di sana yang bernama Monsieur Maillard, atau tidak
mempunyai surat rujukan perkenalan, maka aku pasti akan mengalami kesulitan,
karena peraturan rumah sakit swasta ini lebih ketat dibanding rumah sakit umum.
Namun, tambahnya, dia telah mengenal Monsieur Maillard sejak beberapa tahun
lalu, dan akan berbaik hati menemaniku sampai pintu depan rumah sakit dan
memperkenalkanku kepada Monsieur Maillard. Dia tidak akan ikut masuk denganku
karena enggan bertemu dengan orang-orang gila.
Aku
mengucapkan terima kasih padanya, kemudian kami berbelok dan memasuki jalan
kecil yang ditumbuhi rerumputan. Satu setengah jam berikutnya kami hampir
tersesat di hutan rimba. Kami kembali meneruskan perjalanan melewati hutan yang
lembab dan gelap. Tidak berapa lama kemudian Maison de Sante mulai terlihat.
Sungguh bangunan yang mengagumkan walau sudah bobrok dan nyaris tidak layak
huni setelah tidak diurus selama bertahun-tahun. Melihatnya saja sudah
membuatku ngeri dan ingin memutar balik kudaku. Namun aku tetap membulatkan
tekad dan terus maju.
Saat kami
mulai mendekat, aku merasa gerbangnya agak sedikt terbuka dan melihat bayangan
raut wajah seseorang yang mengintip dari celahnya. Dalam sekejap, pria ini
muncul di hadapan kami dan menyapa teman seperjalananku dengan sangat akrab.
Ternyata, pria ini adalah Monsieur Maillard. Penampilan dan tata kramanya
sangat bagus. Ditambah lagi ada kesan kewibawaan yang membuatnya terlihat
sangat mengesankan.
Temanku
kemudian memperkenalkanku pada Monsieur Maillard dan menjelaskan maksud
kedatanganku kemari. Monsieur Maillard berjanji bahwa dia akan memenuhi semua
permintaanku. Setelah mendengar ini, temanku segera beranjak pergi dan tak
terlihat lagi.
Setelah itu,
kepala rumah sakit mengantarkanku ke dalam ruang tamu yang tertata dengan
sangat rapi. Ruangannya berisi deretan buku-buku, lukisan, vas bunga, dan alat
musik. Api yang menari-nari di tungku membuat hati terasa hangat. Seorang
wanita muda yang sangat cantik duduk di balik piano dan menyanyikan lagu dari
Bellini. Saat aku memasuki ruangan, dia menghentikan nyanyiannya dan
menyambutku dengan gaya yang sangat anggun. Suaranya terdengat rendah, dan
sikapnya lembut. Aku juga merasakan ada kesedihan di raut mukanya yang pucat,
namun bagiku tetap terlihat menyenangkan. Pakaiannya yang serba hitam membuat
kesan bahwa dia sedang berduka cita. Di dalam dadaku bergejolak perasaan yang
bercampur baur antara rasa hormat, ketertarikan, dan kekaguman.
Aku telah
banyak mendengar bahwa di Paris, institusi Monsieur Maillard dikelola dengan
“sistem yang menenangkan”. Sistem ini secara tegas menentang adanya hukuman,
bahkan pengurungan pun sangat jarang dilakukan. Para pasiennya diawasi secara
diam-diam dan dibiarkan bebas berkeliaran di sekitar rumah sakit dengan pakaian
seperti orang normal.
Aku menjadi
lebih berhati-hati saat berbicara dengan nona muda ini, karena aku tidak tahu
pasti apakah dia waras atau tidak. Ditambah lagi ada kecerahan yang tak wajar
di matanya, sehingga membuatku setengah berpikir bahwa dia mungkin saja gila.
Aku lantas menahan penilaianku terhadapnya, dan berpindah ke topik umum yang
kurasa tidak akan terlalu menarik atau membosankan bahkan untuk orang gila
sekalipun. Dia merespon semua perkataanku dengan sempurna layaknya orang
normal, dan bahkan alasan-alasan yang dikemukakannya pun masuk akal. Namun
karena aku sudah lama berteman dengan maniak metafisik, aku tidak lagi percaya
dengan bukti-bukti kewarasan tersebut. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap
berhati-hati selama berbincang dengannya.
Kemudian,
datanglah seorang pelayan yang membawakan nampan yang diisi dengan buah-buahan,
wine, dan sajian lainnya. Saat dia sudah meninggalkan ruangan, aku menoleh pada
Monsieur Maillard dengan wajah bertanya-tanya.
“Tidak,”
jawabnya, “oh, tidak—dia anggota keluargaku—keponakan, dan dia juga wanita yang
pandai.”
“Beribu maaf
atas kecurigaan saya,” ujarku, “namun tentu saja Anda pasti memaafkan saya.
Kinerja Anda yang sangat cemerlang di sini telah terkenal di Paris, oleh karena
itu saya rasa mungkin saja—“
“Ya,
ya—jangan diungkit lagi—atau malah sayalah yang harus berterima kasih atas
kesopanan Anda yang layak dipuji. Kami sering kali menemui orang yang tidak
senang dan menghakimi pasien tanpa berpikir lebih jauh. Dulu, saat kami masih
menerapkan sistem yang lama, walaupun para pasien diizinkan berkeliaran di
sekitar rumah sakit, mereka seringkali terancam dengan kedatangan orang asing.
Oleh karena itulah saya menerapkan sistem pembatasan yang ketat untuk orang
luar, sehingga tidak ada satupun yang dapat masuk kecuali jika saya mengenal
dan percaya dengan mereka.”
“Sistem yang
lama?” ujarku mengulangi kata-katanya, “Apa maksud Anda bahwa ‘sistem yang
menenangkan’ tidak lagi diterapkan?”
“Ya,”
jawabnya, “beberapa minggu yang lalu kami memutuskan untuk tidak lagi
menerapkannya.”
“Saya jadi
heran, kira-kira, apa penyebabnya?”
“Kami
menyadari akan perlunya untuk kembali ke sistem awal.” Jawabnya dengan sedikit
mendesah. “Bahaya yang muncul akibat sistem tersebut sangat mengerikan, dan
keuntungannya sebenarnya terlalu dilebih-lebihkan. Kami telah berusaha melakukan
yang terbaik, namun tetap saja gagal. Maaf karena Anda tidak sempat mengunjungi
kami saat itu. Jika Anda melihatnya, Anda pasti dapat menilainya sendiri. Tapi
saya yakin bahwa Anda sudah sangat mengenal sistem tersebut, bahkan
detil-detilnya sekalipun.”
“Tidak
semuanya. Saya hanya mendengarnya dari orang lain.”
“Kalau
begitu, izinkan saya memperjelasnya. Sistem tersebut mensyaratkan agar pasien
selalu terhibur. Kami tidak melawan imajinasi apapun yang ada di dalam kepala
pasien. Bahkan sebaliknya, kami tidak hanya menuruti kehendak mereka, namun
juga mendorong mereka untuk terus melakukannya. Sudah banyak pasien kami yang
sembuh permanen. Tidak ada argumen yang dapat diterima oleh orang gila kecuali
argumen yang gila. Misalnya saja, ada beberapa pasien yang menganggap dirinya
adalah seekor ayam. Cara menyembuhkannya adalah dengan meyakinkannya fakta
tersebut—kami bahkan akan mengatakan bahwa dia bodoh jika tidak percaya dengan
hal tersebut—dan selanjutnya memberikannya makanan ayam selama seminggu. Jagung
dan biji-bijian dapat menjadi obat mujarab.”
“Tapi apakah
tidak ada yang protes terhadap hal ini?”
“Tidak ada.
Kami juga melakukan hal-hal kecil lainnya, misalnya mendengarkan musik, menari,
latihan senam, bermain kartu, membaca buku, dan lain-lain. Kami memperlakukan
setiap pasien seolah mereka hanya mengalami gangguan fisik, dan kata ‘gila’
tidak pernah disebutkan di depan mereka. Cara penyembuhan yang paling efektif
adalah dengan menugaskan setiap pasien untuk mengawasi tindakan yang lainnya.
Memberikan tanggung jawab yang besar di tangan orang tidak waras sama saja
dengan memberikan mereka tubuh dan jiwa. Dengan cara ini kami tidak lagi
memerlukan penjaga resmi.”
“Dan Anda
juga tidak menerapkan hukuman dalam bentuk apapun?”
“Sama sekali
tidak ada.”
“Dan Anda
tidak pernah mengurung pasien?”
“Sangat
jarang. Hanya kadang-kadang ada pasien yang penyakitnya memuncak, atau
tiba-tiba berubah menjadi kasar. Jika ini terjadi, kami segera memasukkannya ke
sel rahasia, kalau tidak, itu akan mempengaruhi yang lain. Kami mengurungnya di
sana sampai kami dapat melepaskannya kembali. Namun tidak ada yang dapat kami
lakukan terhadap maniak kekerasan. Biasanya pasien seperti itu segera
dipindahkan ke rumah sakit umum.”
“Dan
sekarang Anda telah mengubahnya. Apakah menurut Anda sekarang menjadi lebih
baik?”
“Terpaksa
kami memutuskan inilah yang terbaik. Sistem tersebut memang memiliki untung
ruginya sendiri. Namun sekarang, kebahagiaan telah menyebar luas di seluruh
Maison de Sante Prancis.”
“Saya sangat
terkejut dengan apa yang Anda ceritakan,” komentarku, “karena sampai sekarang
belum ada metode penyembuhan untuk orang gila di seluruh negeri ini.”
“Anda masih
muda,” jawab Monsieur Maillard, “nanti akan tiba saatnya Anda menilai segala
sesuatunya sendiri tanpa mempercayai gosip-gosip yang ada. Jangan percaya
dengan apapun yang Anda dengar, dan hanya percayai setengah saja dari apa yang
Anda lihat. Dan tentang Maison de Sante kami ini, jelas bahwa ada beberapa
orang bebal yang telah menyesatkan pemikiran Anda. Namun setelah makan malam,
ketika Anda telah beristirahat, saya akan dengan senang hati mengajak Anda
jalan-jalan mengelilingi tempat ini, dan memperkenalkan kepada Anda sebuah
sistem, yang menurut saya dan setiap orang yang telah melihatnya dengan mata
kepala sendiri, yang sangat efektif dan sempurna.”
“Sistem Anda
sendiri?” tanyaku, “salah satu dari hasil pemikiran Anda?”
“Dengan
bangga,” jawabnya, “saya harus menjawab ‘ya’—paling tidak sebagiannya.”
Setelah itu
kami tetap mengobrol selama satu atau dua jam. Selama kurun waktu tersebut,
Monsieur Maillard mengajakku melihat kebun rumah kaca di sana.
“Saya tidak dapat mengizinkan Anda untuk menemui
pasien saya,” katanya, “untuk saat ini. Orang normal biasanya memiliki pikiran
yang sensitif sehingga mereka selalu terkejut ketika melihat pasien di sini.
Dan saya juga tidak ingin merusak selera makan Anda. Kita akan makan malam
sebentar lagi. Kami akan menyajikan veal a la Menehoult dengan
kembang kol di dalam veloute sauce, lalu
segelas Clos de Vougeot, dan barulah urat syaraf Anda akan
mulai tenang.”
Jam enam
makan malam telah siap dan Monsieur Maillard mengajakku masuk ke ruang makan di
mana ada banyak orang telah berkumpul, mungkin sekitar dua puluh lima atau tiga
puluh orang. Mereka semua ternyata orang dari kalangan atas, pakaian mereka
kelihatan sangat mahal dan berkesan agak sombong. Kusadari bahwa sebagian besar
tamu-tamu ini adalah wanita, dan pakaian mereka pun bisa dibilang sangat
berkesan. Kebanyakan dari wanita itu berumur tidak kurang dari tujuh puluh
tahun, mengenakan perhiasan yang berlebihan seperti cincin, gelang, dan
anting-anting. Kuperhatikan juga hanya sedikit saja yang jahitan pakaiannya
bagus, atau paling tidak hanya sedikit saja yang pas di badan pemakainya. Saat
sedang melihat-lihat, aku memperhatikan gadis cantik yang telah Monsieur
Maillard kenalkan padaku di ruang tamu tadi, namun aku sangat terkejut
melihatnya mengenakan pakaian yang mencuat keluar di atas roknya dengan sepatu
hak tinggi dan topi yang kebesaran sehingga membuat kepalanya terlihat sangat
kecil. Ketika pertama kali aku melihatnya tadi dia mengenakan pakaian seperti
orang yang sangat berduka. Ada kesan aneh dengan gaya pakaian mereka. Ini
membuatku teringat kembali dengan ‘sistem yang menenangkan’, dan berpikir bahwa
Monsieur Maillard hendak mengelabuhiku sampai makan malam selesai, dan berani
bertaruh bahwa aku tidak akan merasakan ketidaknyamanan barang sedikit pun
walaupun telah menikmati makan malam bersama orang-orang gila. Namun aku juga
ingat seseorang pernah mengatakan kepadaku bahwa orang-orang yang tinggal di
provinsi bagian selatan Paris terkenal sangat eksentrik dan jadul. Kemudian,
setelah aku mengobrol dengan beberapa tamu di sana, ketakutanku segera sirna
sepenuhnya.
Ruang makan
itu sendiri, walaupun tidak terlalu nyaman dan cukup lebar, tidak mempunyai
tanda-tanda kemewahan sedikit pun. Misalnya saja, lantainya tidak dikarpet.
Namun di Prancis, karpet memang sangat jarang dipakai. Jendelanya juga tidak
diberi gorden, dan ditutup rapat dengan palang besi yang dipasang secara
diagonal. Jendela di ruangan tersebut tidak lebih dari sepuluh.
Mejanya
ditata dengan sangat rapi. Di atasnya dipenuhi dengan piring dan makanan yang
terlihat lezat. Namun jumlahnya bisa dibilang sangat berlebihan. Tidak pernah
dalam hidupku aku melihat begitu banyak makanan lezat yang disajikan berlebihan
dan mungkin akan dibuang percuma. Pengaturan tempat makan malam ini juga cukup
buruk. Mataku yang terbiasa dengan cahaya redup kini silau karena lilin-lilin
besar yang ditaruh di atas meja dan seluruh ruangan. Ada beberapa pelayan yang
hadir di perjamuan, dan di sudut ruangan ada sekitar tujuh atau delapan orang
yang memegang alat-alat musik seperti biola, seruling, trombone, dan drum.
Orang-orang ini sangat menggangguku, mereka menyanyikan atau lebih tepatnya
membunyikan alat musiknya dengan asal-asalan. Namun tampak semua yang hadir di
sana begitu terhibur, kecuali aku.
Semua ini
sangat aneh, namun aku sadar bahwa di dunia ini ada berbagai macam orang dengan
penampilan dan pikiran yang berbeda-beda, juga adat istiadatnya masing-masing.
Aku juga telah bepergian ke banyak tempat sehingga aku tidak mudah terpesona
atau takjub. Jadi, aku memilih tempat duduk dengan tenang di sebelah kanan
Monsieur Maillard dan menghargai keceriaan yang ditampilkan oleh para tamu di
sana.
Kami hanya
mengobrol tentang topik-topik umum. Para wanita, seperti biasa, lebih banyak
bicara. Segera aku menyadari bahwa hampir semua tamu yang hadir merupakan orang
yang berpendidikan tinggi, dan Monsieur Maillard ternyata pandai bercanda. Dia
terlihat sangat bangga saat membicarakan tentang posisinya sebagai kepala rumah
sakit Maison de Sante. Dan ternyata topik tentang orang gila merupakan topik
favorit mereka. Banyak cerita menarik yang berdasarkan kondisi nyata pasien.
“Pernah ada
satu orang di sini,” ujar seorang pria kecil gemuk yang duduk di sebelah
kiriku, “seseorang yang berkhayal kalau dia adalah teko teh, dan bukankah hal
ini sangat aneh? Bayangkan saja, tidak banyak orang yang berpikiran seperti
ini. Jadi, dia selalu menggosok dirinya dengan lap bulu setiap pagi.”
“Dan,” sahut
seorang pria bertubuh tinggi yang duduk di seberangku, “pernah ada juga, sudah
lama sekali, seseorang yang percaya kalau dia adalah seeokor keledai, yang
secara kiasan, mungkin saja benar karena dia sangat dungu. Dia pasien yang
sangat merepotkan, dan kami selalu kerepotan menjaganya agar tidak berkeliaran
ke luar. Selama berhari-hari dia tidak akan makan apapun kecuali tanaman
berduri, namun kami segera menyembuhkannya dengan tidak memberikan makan apapun
kecuali tanaman tersebut. Kemudian dia terus-terusan menendangkan kakinya
seperti ini—“
“Tuan De
Kock! Saya akan sangat berterima kasih jika Anda dapat menjaga sikap Anda!”
potong seorang wanita tua yang duduk di sebelahnya. “Jangan banyak bergerak!
Anda menendang kaki saya! Apakah Anda memang perlu menirukan gerakannya juga?
Teman kita ini tentunya dapat memahami apa yang Anda katakan. Sumpah, Anda ini
lebih mirip dengan keledai dibandingkan orang gila tersebut. Akting Anda sangat
alami dan hidup.”
“Maaf, Ma’m’selle!”
ujar Monsieur De Kock, “saya sangat minta maaf sekali. Saya tidak mempunyai
niat untuk membuat Anda marah. Ma’m’selle Laplace, izinkan saya meminum anggur
bersama Anda.”
Monsieur De
Kock lalu membungkuk dan mencium tangan Ma’m’selle Laplace dengan khidmat, lalu
meminum wine secara bersamaan.
“Izinkanlah saya, mon ami,” sahut Monsieur Maillard
kepadaku, “untuk menyajikan kepada Anda, veal a la St. Menthoult yang
sangat lezat.”
Saat itu
juga, datanglah tiga pelayan berbadan tegap dan menaruh nampan besar yang
berisi sesuatu yang aneh. Saat melihatnya lebih dekat, ternyata itu hanyalah
domba panggang utuh dengan sebuah apel mencuat dari mulutnya seperti yang
dilakukan orang-orang Inggris saat mereka memasak seekor kelinci.
“Tidak, terima kasih,” jawabku, “sebenarnya, saya
tidak begitu suka dengan veal a la St.—apa
tadi? Karena sepertinya tidak sesuai dengan selera saya. Tapi saya akan mencoba
daging kelinci ini.”
Ada beberapa
makanan lain di atas meja yang kelihatannya seperti kelinci Prancis biasa yang
sangat lezat di lidahku.
“Pierre,” panggil Monsieur Maillard, “ganti piring
tamu kita ini dan sajikan dia kelinci au-chat.”
“Kelinci
apa?” tanyaku.
“Kelinci au-chat.”
“Oh, terima
kasih—tapi sepertinya tidak. Saya akan memakan daging ham saja.”
Aku tidak tahu apa yang sedang dimakan mereka. Tapi
yang jelas, aku tidak akan memakan kelinci au-chat, atau apapun
yang mempunyai nama seaneh itu.
“Dan ada
lagi,” sambung seseorang yang berwajah sepucat mayat yang duduk di kaki meja,
“dulu juga ada pasien yang percaya bahwa dirinya adalah sebuah keju dan selalu
berlarian kesana-kemari dengan sebilah pisau dan menawarkan seiris daging di
kakinya kepada temannya.”
“Dia sangat
bodoh sekali,” komentar seseorang, “tapi tidak sebanding dengan pasien aneh
yang satu ini. Dia percaya bahwa dirinya adalah sebotol sampanye, dan selalu
berkeliaran dengan pembuka botol seperti ini—”
Pria
tersebut dengan sangat keras menaruh jempol kanan ke dalam pipi kirinya, lalu
menariknya dengan kuat sambil menirukan bunyi tutup botol yang terbuka,
kemudian dengan mulutnya dia menirukan suara busa sampanye selama beberapa
menit. Sikapnya ini membuat Monsieur Maillard tidak senang, namun dia tidak
mengatakan apapun, dan obrolan dilanjutkan oleh seorang pria kecil yang sangat
bungkuk dan mengenakan wig besar.
“Lalu ada
pula orang bodoh ini,” ujarnya, “dia mengira dirinya adalah seekor kodok, tapi
sama sekali tidak mirip. Andai saja Anda melihatnya, sir,” katanya padaku,
“hati Anda pasti akan terasa tentram setelah melihat ketenangannya. Sayang
sekali bahwa orang itu bukanlah seekor kodok. Dia sering
menggaok–o-o-o-o-gh–o-o-o-o-gh! dan itu sangat merdu. Anda juga akan terkagum
melihatnya ketika dia menaruh sikunya di atas meja setelah meminum segelas wine
sampai membuat mulutnya menggelembung, lalu matanya berputar, lalu
berkedip-kedip dengan cepat. Anda pasti terkagum-kagum dengan kejeniusannya.”
“Tentu
saja,” jawabku.
“Dan ada pasien yang bernama Jules Desoulieres yang
sangat jenius namun menjadi gila dan mengira dirinya adalah labu. Dia terus-menerus
meminta juru masak agar memasaknya menjadi pai, dan selalu ditolak
mentah-mentah. Menurutku pai labu a la Desoulieres
patut dicoba.”
“Anda
membuat saya heran,” sahutku, lalu kupandang Monsieur Maillard dengan tatapan
bertanya-tanya.
“Ha, ha, ha!”
tawanya, “he, he, he! Hi,hi,hi! Ho, ho, ho! Hu, hu, hu! Anda jangan terlalu
heran, mon ami. Teman kita yang satu ini memang sedikit aneh, jadi pantas saja
jika Anda tidak mengerti perkataannya.”
“Kemudian,”
lanjut seseorang di meja makan, “ada yang bernama Buffon Le grand, orang yang
sangat luar biasa. Dia menjadi gila karena cinta, dan percaya bahwa dirinya
memiliki dua kepala. Yang satu adalah kepala Cicero dan satunya lagi campuran
antara kepala Demosthenes, dari ujung kepala sampai ke mulut, dan Lord Brougham
dari mulut ke dagu. Mungkin saja dia salah, tapi dia akan bersikeras membuat
Anda percaya bahwa dia benar karena dia pandai bicara. Cara bicaranya selalu
menggebu-gebu dan selalu ditampilkannya kapanpun ada kesempatan. Misalnya, dia
sering melompat ke atas meja makan, dan, dan—“
Sampai di
situ, seseorang yang duduk di sebelahnya menaruh tangan di pundaknya dan
membisikkan beberapa kata ke telinganya, orang yang berbicara tadi mengurungkan
niatnya dan kembali duduk di kursi.
“Kemudian,”
kata orang yang berbisik tadi, “ada yang bernama Boullard, dia mengira dirinya
adalah gasing. Anda pasti akan tertawa terbahak-bahak jika melihat caranya
berputar. Dia berputar-putar dengan satu kaki selama satu jam seperti ini—“
Orang yang
dibisikkan tadi kemudian melakukan hal yang sama padanya.
“Tapi,”
jerit seorang wanita tua dengan kencang, “temanmu yang bernama Monsieur
Boullard itu memang gila atau paling tidak sangat bodoh, karena siapa yang
pernah mendengar ada manusia gasing? Itu sangat tidak masuk akal. Madam Joyeuse
lebih baik. Dia memang punya pikiran yang aneh, namun itu sebenarnya hanyalah
insting yang normal dan dia selalu menyenangkan hati orang yang mengenalnya.
Dia yakin bahwa saat dia tumbuh dewasa, entah bagaimana dia berubah menjadi
ayam jantan, namun dia tetap bersikap sepantasnya. Dia mengibas-ngibaskan
sayapnya dengan anggun dan berkokok dengan merdu sekali! Kooo–kokokok!
Petok–petok! – Koooo—kokokokok—petok-petok!”
“Madam
Joyeuse, saya akan sangat berterima kasih jika Anda dapat menjaga sikap Anda!”
potong Monsieur Maillard yang kelihatan sangat marah. “Mohon tetap jaga sikap
Anda seperti wanita pada umumnya atau Tinggalkan meja makan ini, silahkan
pilih.”
Aku sangat
terkejut mendengar Monsieur Maillard memanggilnya Madam Joyeuse, terlebih setelah
ingat bagaimana wanita itu mendeskripsikannya. Madam Joyeuse dengan muka
memerah sampai ke ubun-ubun terlihat malu karena dimarahi. Dia hanya
menundukkan kepalanya dan tidak menjawab sepatah katapun. Namun seorang wanita
yang lebih muda melanjutkan topik perbincangan. Dia adalah gadis cantik yang
kutemui sebelumnya.
“Oh, Madam
Joyeuse memang bodoh!” serunya, “Eugenie Salsafette malah lebih waras lagi. Dia
adalah gadis yang sangat cantik dan baik hati. Menurutnya, semua pakaian biasa
sangat tidak sopan, dan oleh karenanya dia selalu tidak memasukkan bajunya.
Lagipula cara ini lebih mudah. Kalian hanya perlu begini— “
“Mon dieu!
Ma’m’selle Salsafette!” teriak lusinan orang secara serentak. “Apa yang hendak
Anda lakukan? Penjelasanmu sudah cukup! Kami sudah memahami caranya! Tahan
dirimu!” dan beberapa orang telah melompat dari kursinya untuk menahan Madam
Moiselle Salsafette agar tidak menirukan gaya patung Medicean Venus. Namun
mereka semua terhenti ketika suara teriakan keras menggema dari seluruh bangunan
rumah sakit.
Suara
teriakan ini sangat keras dan membuatku kesal, namun aku merasa iba melihat
ekspresi semua tamu yang ada di meja makan. Aku belum pernah melihat ada orang
yang begitu sangat ketakutan. Rona wajah mereka berubah sepucat mayat dan mereka
terduduk lemas di kursi masing-masing. Tubuh mereka bergetar ketakutan seiring
mendengar teriakan yang berulang-ulang. Teriakan itu terdengar lebih keras dan
lebih dekat, lalu menghilang. Saat teriakan ini telah redam, para tamu kembali
bercanda ria. Aku penasaran dari mana asal teriakan itu.
“Hanya
pasien yang sedang kumat,” jawab Monsieur Maillard. “Kami telah terbiasa
mendengarnya dan tidak lagi memperdulikannya. Orang-orang gila yang kami kurung
di bawah terkadang berteriak seolah dia sedang konser, sama seperti anjing di
malam hari, jika satu orang berteriak, yang lainnya mengikuti. Terkadang konser
ini berhasil membuat suara yang dapat memekakkan telinga, dan sedikit
membahayakan.”
“Dan ada
berapa orang yang Anda kurung?”
“Saat ini
tidak lebih dari sepuluh orang.”
“Apakah
kebanyakan adalah perempuan?”
“Oh, tidak.
Mereka semua laki-laki, dan berbadan gendut.”
“Selama ini
saya mengira bahwa kebanyakan orang gila adalah wanita.”
“Biasanya
memang begitu, namun tidak selalu benar. Dulu ada sekitar dua puluh tujuh
pasien yang dirawat di sini, dan delapan belas dari mereka adalah wanita. Namun
sekarang zaman telah banyak berubah.”
“Ya, banyak
sekali yang telah berubah,” potong seorang pria yang tadi menendang betis Madam
Moiselle Laplace.
“Ya, banyak
sekali yang telah berubah!” seru semua tamu secara serentak.
“Tahan lidah
kalian!” teriak Monsieur Maillard. Segera saja para tamu bungkam seribu bahasa
selama hampir satu menit, kecuali seorang wanita yang mematuhi perkataan
Monsieur Maillard secara harafiah, dan memegang lidahnya yang sangat panjang
dengan kedua tangannya.
“Wanita
ini,” kataku pada Monsieur Maillard sambil sedikit membungkuk dan berbisik
padanya, “wanita yang berbicara tentang manusia ayam tadi, apakah dia tidak
berbahaya?”
“Berbahaya!?”
teriaknya dengan ekspresi terkejut, “kenapa—apa maksud Anda?”
“Sedikit
miring?” kataku sambil mengangkat satu jari ke kepala. “Saya harap dia tidak
terlalu miring.”
“Mon dieu!
Apa yang Anda pikirkan? Madam Joyeuse merupakan sahabat lama dan waras seperti
saya. Dia memang sedikit eksentrik, tapi Anda tahu sendirilah bagaimana wanita
yang sangat tua, mereka memang sedikit eksentrik!”
“Oh, begitu
rupanya,” sahutku, “dan yang lainnya ini—“
“Teman-teman
dan pelayanku,” potong Monsieur Maillard dengan sikap bangga, “teman baik yang
selalu membantuku.”
“Apa? Mereka
semua?” tanyaku, “Seluruh wanita dan yang lainnya?”
“Tentu
saja,” jawabnya, “para wanita membantu kami melakukan pekerjaan yang tidak
dapat dilakukan oleh pria. Mereka adalah perawat terbaik di dunia. Mereka punya
cara mereka sendiri. Mata mereka yang bersinar terang membuat mereka memiliki
daya tarik yang kuat.”
“Saya
mengerti,” ujarku, “Tapi tidakkah menurut Anda mereka bersikap sedikit aneh?
“Aneh!?
Kenapa, apa begitu menurut Anda? Orang selatan seperti kami memang tidak begitu
sopan. Kami selalu melakukan hal semaunya sendiri, hidup dengan santai, dan
lain-lain.”
“Saya
mengerti,” jawabku.
“Mereka ini
hanya sedikit keras kepala dan agak kasar.”
“Saya
mengerti,” ulangku, “Omong-omong, Monsieur, apakah sistem baru yang Anda
terapkan untuk mengganti ‘sistem yang menenangkan’ memiliki efek penyembuhan
yang lebih hebat?”
“Tentu saja.
Pengurungan masih diperlukan, namun metode perawatan medis ini sangat cocok
dengan pasien.”
“Dan sistem
baru ini adalah hasil penemuan Anda?”
“Tidak
seluruhnya. Beberapa bagiannya merupakan hasil pemikiran Professor Tarr yang
mungkin pernah Anda dengar, dan ada beberapa bagian yang mengalami perubahan,
dan itu semua berkat Professor Fether yang, jika saya tidak salah, sangat Anda
kenal.”
“Saya harus
jujur,” jawabku, “bahwa saya belum pernah mendengar nama-nama itu sebelumnya.”
“Astaga!”
seru Monsieur Maillard yang menarik kursinya agar semakin dekat denganku dan
mengangkat tangan ke telinganya. “Pendengaran saya pasti bermasalah. Anda tidak
mengatakan bahwa Anda belum pernah mendengar Dokter Tarr yang sangat
berpendidikan, atau Professor Fether yang sangat sukses itu, ‘kan?”
“Saya
berkata yang sebenarnya,” balasku, “walau bagaimanapun, saya merasa sangat
rendah karena tidak mengetahui mereka. Mulai saat ini, saya akan mencari hasil
penelitian mereka, dan membacanya dengan saksama. Monsieur Maillard, saya akui
Anda sangat membuat saya malu dengan diri saya sendiri.”
Dan memang
itulah kenyataannya.
“Sudahlah,
teman baikku,” ujarnya dengan satu tangan menekan lembut pundakku, “mari kita
minum segelas wine.”
Kami pun
minum diikuti oleh tamu-tamu yang lain. Mereka semua saling berbincang,
tertawa, melemparkan candaan, dan menceritakan hal-hal yang tidak masuk akal.
Biola digesek, drum digebrak, dan trombone dibunyikan dengan nyaring. Lama
kelamaan situasi semakin menggila dan kacau balau. Sementara itu, Monsieur
Maillard dan aku melanjutkan pembicaraan dengan saling berteriak. Sepatah kata
yang diucapkan dengan pelan tidak akan bisa terdengar.
“Dan, sir,”
teriakku di telinganya, “Anda pernah mengatakan bahwa ada yang berbahaya dengan
‘sistem yang menenangkan’.”
“Ya,”
jawabnya, “ada, kadang-kadang, dan sangat berbahaya. Menurutku kita tidak dapat
menebak reaksi orang gila, begitu juga menurut Dr. Tarr dan Professor Fether,
jika mereka dibiarkan berkeliaran secara berkelompok dalam jumlah yang banyak,
maka itu akan sangat berbahaya. Orang gila memang dapat ditenangkan, sesuai
dengan nama sistem itu, tapi pada akhirnya mereka tetap susah dikendalikan.
Mereka juga sangat cerdik. Jika mereka memiliki sebuah rencana, maka mereka
akan merahasiakannya dengan sangat dalam, dan kelihaian mereka dalam menirukan
orang waras telah menjadi salah satu masalah besar bagi para ahli meta-fisik
yang mempelajari pikiran manusia. Ketika ada orang gila yang bersikap persis
sama seperti orang normal, maka sebenarnya itulah saat yang tepat untuk
mengikatnya dengan jaket penahan.”
“Tapi apakah
Anda pernah melihat yang seperti itu selama masa penugasan Anda di sini?”
“Di sini?
Ya, tentu saja. Misalnya, beberapa waktu yang lalu, kejadian seperti itu
terjadi di sini. Pada saat itu ‘sistem yang menenangkan’ diterapkan, dan ada
banyak sekali pasien yang berkeliaran. Mereka bersikap sangat wajar, sehingga
siapapun yang masih dapat berpikir jernih pasti akan tahu bahwa mereka hendak
menjalankan rencana yang sangat jahat. Akhirnya, suatu hari, para penjaga
ditahan. Tangan dan kaki mereka diikat lalu dijebloskan ke dalam sel di mana
mereka diperlakukan layaknya orang gila oleh orang gila yang telah mengambil
alih kantor mereka.”
“Apa? Saya
belum pernah mendengar hal seaneh itu!”
“Kenyataannya,
itu semua dilakukan oleh satu orang gila yang entah bagaimana berpikir bahwa
dia telah menciptakan sistem yang lebih baik dibanding yang pernah ada. Dia
ingin melakukan percobaan terhadap hasil penemuannya dan membujuk semua orang
gila saat itu untuk bergabung dengannya menggulingkan kekuasaan di sini.”
“Dan dia
berhasil?”
“Pastinya.
Penjaga dan pasien saling bertukar peran. Sebenarnya tidak begitu juga, karena
orang-orang gila telah bebas, dan sejak saat itu para penjaga dikurung di dalam
sel dan, maaf jika aku harus mengatakan ini, dirawat dengan cara yang tidak
pantas.”
“Tapi
menurutku revolusi ini tidak akan bertahan lama karena cepat atau lambat
orang-orang di kota sebelah akan datang untuk menginspeksi tempat ini dan
memberi peringatan kepada yang lainnya.”
“Di sinilah
letak kesalahan Anda. Pemimpin pemberontak itu sangat cerdik. Dia tidak
menerima tamu—sampai pada suatu hari, datanglah seorang pria yang bertampang
bodoh dan dia tidak merasa takut dengannya. Dia mengizinkannya masuk hanya
untuk mencari suasana baru dan bersenang-senang dengannya. Setelah dia merasa
telah cukup menipunya, dia membiarkannya keluar.
“Dan berapa
lama orang gila itu berkuasa?”
“Sangat lama
sekali—paling tidak satu bulan—saya tidak tahu pasti berapa lama. Sementara
itu, para orang gila bebas bersenang-senang. Mereka segera mengganti pakaian
lusuh mereka dengan pakaian dan perhiasan milik keluarga penjaga. Gudang rumah
sakit diisi dengan wine, dan orang-orang gila ini merupakan iblis yang tahu
bagaimana cara meminumnya. Mereka hidup dengan sangat bahagia.”
“Dan
perawatan seperti apa yang diterapkan pemimpin pemberontak itu?”
“Menurut
pengamatanku, orang gila belum tentu bodoh, dan jujur saja, kurasa metode
perawatannya jauh lebih baik. Sistemnya sangat sederhana, namun rinci, sehingga
tidak ada kesulitan dalam penerapannya dan—”
Sampai sini
penjelasan Monsieur Maillard terpotong oleh rentetan teriakan yang sama seperti
sebelumnya. Kali ini terdengar seperti suara gerombolan orang yang datang
mendekat.
“Astaga
naga!” Seruku, “orang-orang gila itu pasti berhasil mendobrak keluar dari sel
mereka.”
“Ya, kurasa
juga begitu,” jawab Monsieur Maillard yang sekarang berubah sangat pucat. Dia
tidak dapat menyelesaikan kata-katanya. Teriakan yang berisi sumpah serapah
terdengar dari bawah jendela, dan dari suaranya, jelas ada beberapa orang yang
berusaha masuk ke dalam ruangan. Pintu didobrak keras dengan palu besar dan
penguncinya dihancurkan dengat kasar.
Kemudian
terpampanglah situasi yang sangat membingungkan di depan mataku. Aku sangat
terkejut sekali melihat Monsieur Maillard berlari untuk bersembunyi di bawah
meja, padahal aku berharap dia akan melakukan sesuatu terhadap situasi ini.
Anggota orkestra yang tadinya menjalankan tugas mereka dengan sangat
bersemangat, kini berlarian kesana-kemari sambil tetap membunyikan alat musik
mereka, namun kini dengan lebih keras seolah dilakukan dengan tenaga manusia
super.
Sementara
itu, seorang pria, yang tadinya dilarang, kini dengan susah payah meloncat ke
atas meja yang telah berserakan dengan botol dan gelas. Setelah dia berhasil
menyeimbangkan diri, dia memulai orasinya yang terdengar sangat meyakinkan,
jika saja dapat terdengar. Di saat yang bersamaan, pria yang menceritakan
tentang manusia gasing tadi mulai berputar-putar ke sekeliling ruangan dengan
tenaga yang kuat dan lengannya terjulur lurus dengan badannya dan menghantam
siapapun yang kebetulan berada di jalannya. Dan sekarang aku mendengar suara
botol dibuka dan buih yang tumpah. Ternyata suara itu datang dari pria yang
melakukan hal yang serupa tadi. Manusia katak mulai menggaok dengan keras
seolah itu akan dapat menyelamatkannya. Dan di tengah-tengah ini semua,
terdengar suara lenguhan keledai yang tiada henti-hentinya. Madam Joyeuse
terlihat sangat kebingunan dengan semua ini. Aku merasa kasihan padanya.
Satu-satunya hal yang dilakukannya adalah berdiri di sudut ruangan di dekat
perapian dan menyanyikan “kokokok! Petok–petok!–Koooo—kokokokok—petok-petok!!”
dengan tiada habis-habisnya.
Dan
sekarang, drama mengerikan ini mencapai klimaksnya. Selagi tidak ada perlawanan
sedikitpun dari orang-orang ini, sepuluh jendela di ruang makan dihancurkan
dengan cepat dan hampir secara bersamaan. Aku bertanya-tanya kengerian macam
apa yang sedang kuhadapi saat ini, aku terus menggebrak maju melewati pecahan
kaca-kaca jendela dan melihat ada sekumpulan orang yang kukira adalah simpanse,
orang utan, atau babon hitam yang besar.
Aku sempat
dipukul habis-habisan namun berhasil lolos dan bersembunyi di bawah sofa.
Setelah berbaring di sana selama lima belas menit, dan memasang telinga untuk
mengetahui apa yang sedang terjadi, aku sampai pada suatu kesimpulan. Ternyata
Monsieur Maillard tadinya menceritakan tentang pengalamannya sendiri. Dia
dulunya memang kepala rumah sakit ini sekitar dua atau tiga tahun lalu, namun
dia menjadi gila dan menjadi pasien. Berita ini tidak diketahui oleh teman
seperjalananku. Para penjaga yang hanya berjumlah sepuluh orang tiba-tiba
dikalahkan dengan jumlah pasien yang jauh melebihi mereka dan akhirnya dikurung
di sel bawah tanah. Lama-kelamaan, seseorang berhasil meloloskan diri melalui
saluran air dan membebaskan yang lainnya.
‘Sistem yang
menenangkan’ mengalami beberapa perubahan dan kembali diterapkan di rumah sakit
tersebut, namun aku masih sangat setuju dengan Monsieur Maillard bahwa sistem
perawatan miliknya jauh lebih baik. Karena, seperti yang pernah dikatakannya,
sistem tersebut ‘sangat sederhana, namun rinci, sehingga tidak ada sama sekali
kesulitan dalam penerapannya.’
Dan walaupun
aku telah mencari ke seluruh perpustakaan di Eropa, sampai saat ini aku belum
berhasil menemukan hasil penelitian Dokter Tarr dan Professor Fether.
[selesai]
http://kibuilder.com/1iZQ
Comments
Post a Comment