The Devil with the Three Golden Hairs
The Devil with the Three Golden Hairs
[Tiga Rambut
Emas Iblis]
Cerpen Terjemahan
Pengarang: Brothers Grimm
Penerjemah: Harum Wibowo
Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang wanita dari
keluarga sederhana yang melahirkan seorang anak laki-laki. Saat anaknya
terlahir ke dunia, dia diramalkan akan selalu mendapatkan nasib yang baik dan
menikahi putri dari sang Raja di ulang tahunnya yang keempat belas. Kebetulan
sesaat setelah itu sang Raja mengunjungi desa tersebut, dan tidak ada seorang
pun yang mengetahui bahwa dia adalah seorang raja. Ketika dia bertanya ada apa
gerangan yang terjadi di sana, mereka menjawab, “Seorang anak telah terlahir
dan nasibnya akan selalu beruntung; apa pun yang terjadi dalam hidupnya akan
berubah menjadi hal yang baik. Dia juga diramalkan akan menikahi putri dari
sang Raja di ulang tahunnnya yang keempat belas.”
Sang Raja
yang berhati jahat marah akan ramalan tersebut, dan memutuskan untuk menemui si
orang tua. Dengan nada yang ramah dia berkata, “Kalian hidup miskin, jadi
izinkanlah saya yang merawat anak itu.” Awalnya mereka menolak, namun ketika si
orang asing menawarkan mereka emas yang berlimpah, kemudian mereka berkata,
“Dia anak yang beruntung, dan semuanya akan baik-baik saja baginya.” Akhirnya
mereka setuju menyerahkan anak mereka kepadanya.
Sang Raja
menaruh anak tersebut di dalam sebuah kotak lalu menunggangi kudanya sampai dia
tiba di sungai dengan air yang sangat dalam. Dia kemudian melemparkan bayi
tersebut dan berpikir, “Aku telah membebaskan putriku dari calon suaminya yang
tidak sepadan.”
Namun kotak
yang membawa anak tersebut tidak tenggelam, melainkan mengapung-apung di
permukaan sungai dan hanya sedikit saja air yang masuk ke dalamnya. Kemudian
kotak tersebut mengapung sejauh dua mil dari ibu kota. Tidak jauh di sana
terdapat sebuah rumah penggilingan yang berdiri di dekat bendungan. Seorang
anak yang kebetulan sedang berdiri di dekat sungai melihat kotak tersebut dan
menyeretnya ke permukaan dengan menggunakan pancingnya. Dia mengira bahwa dia
telah menemukan sebuah kotak harta karun, namun ketika dia membukanya, dia
menemukan seorang bayi yang manis terbaring di dalamnya, masih dalam keadaan
hidup dan sehat. Dia membawanya kepada si pemilik penggilingan dan istrinya,
dan karena mereka tidak memiliki anak, mereka menjadi sangat senang, lalu
berkata, “Tuhan telah memberikannya kepada kita.” Mereka merawatnya dengan
sangat baik dan anak itu pun tumbuh besar.
Beberapa
tahun kemudian, saat terjadi badai besar, sang Raja berlindung di sana dan
bertanya kepada si tukang giling dan istrinya apakah anak muda yang bertubuh
tinggi tersebut merupakan anak mereka. “Tidak,” jawab mereka, “dia anak
terlantar. Empat belas tahun yang lalu dia terhanyut sampai ke sini dalam
sebuah kotak, dan seorang anak menemukannya di sana.”
Sang Raja
segera mengetahui bahwa dia pastilah si anak beruntung yang pernah dibuangnya
dahulu, kemudian dia berkata, “Rakyatku yang baik, apakah aku dapat meminta
anak kalian untuk menyampaikan surat kepada ratuku? Aku akan menghadiahinya
dengan dua bongkah emas.”
“Kami
menyetujui perintah Yang Mulia,” jawab mereka, lalu mereka meminta anak
tersebut untuk bersiap-siap.
Sang Raja
kemudian menulis surat kepada sang Ratu, yang di dalamnya dia berkata, “Segera
setelah anak ini tiba dengan surat ini, bunuh dia dan kubur jasadnya, dan
semuanya harus sudah selesai dilakukan sebelum aku tiba di istana.”
Anak
tersebut pergi dengan membawa surat dari sang Raja, namun dia tersesat dan saat
malam hari dia tiba di hutan yang sangat besar. Dalam kegelapan dia melihat
secercah cahaya kecil; dia berjalan ke arahnya dan sampai di sebuah gubuk. Saat
dia masuk, seorang wanita tua sedang duduk sendirian di dekat perapian. Dia
terkejut ketika melihat anak itu dan berkata, “Dari mana kau datang? Dan mau ke
mana?”
“Aku datang
dari rumah penggilingan,” jawabnya, “dan aku ingin pergi menemui sang Ratu, dan
memberikan surat ini kepadanya; namun karena aku tersesat di hutan, aku ingin
menginap di sini untuk malam ini saja.”
“Anak yang
malang,” sahut wanita itu, “kau sekarang berada di sarang pencuri, dan saat
mereka pulang, mereka akan membunuhmu.”
“Tidak
apa-apa,” jawab anak tersebut, “aku tidak takut; aku sangat lelah dan tidak
dapat berjalan lebih jauh lagi.” Kemudian dia membaringkan tubuhnya di sebuah
bangku dan tertidur di sana.
Kemudian
para pencuri tersebut pulang, dan dengan marah-marah mereka bertanya kenapa ada
seorang anak tidur di sana? “Ah,” jawab wanita tua itu, “dia anak malang yang
tersesat di hutan, dan karena kasihan padanya, kubiarkan dia masuk dan tidur di
sana; dia diperintahkan untuk menyampaikan surat kepada sang Ratu.” Para
pencuri tersebut mengambil suratnya lalu membacanya, dan di sana tertulis bahwa
setelah anak itu tiba di istana, dia harus segera dibunuh. Kemudian para
pencuri yang awalnya berhati keras itu pun luluh, ketua mereka lalu merobek
surat tersebut dan menulis surat baru yang menyampaikan bahwa setelah anak itu
tiba di sana, dia harus segera dinikahkan dengan putri dari sang Raja. Mereka
membiarkannya tertidur dengan pulas di atas bangku sampai keesokan harinya, dan
ketika mereka membangunkannya, mereka memberikan surat yang baru tersebut
kepadanya, lalu menunjukkan jalan yang benar agar dapat sampai ke istana.
Dan sang
Ratu, setelah dia menerima surat tersebut dan membacanya, melakukan sesuai
dengan yang tertulis dalam surat itu, lalu menyiapkan pesta pernikahan yang
sangat meriah, putri sang Raja pun dinikahkan dengannya, dan karena pemuda itu
sangat tampan dan baik hati, dia pun sangat bahagia hidup dengannya.
Tidak lama
setelah itu, sang Raja pulang ke istana dan menyaksikan bahwa ramalan yang
ditakutinya telah terpenuhi; bahwa si anak yang selalu beruntung tersebut
menikah dengan putrinya. “Bagaimana itu bisa terjadi?” amuknya, “Aku
memberikanmu perintah yang berbeda.”
Sang Ratu
pun menyerahkan surat itu kepadanya, dan meminta sang Raja untuk membacanya
sendiri. Sang Raja membacanya dan menyadari bahwa suratnya telah ditukar. Dia
bertanya kepada pemuda tersebut apa yang telah terjadi dengan surat yang
dipercayakan kepadanya, dan kenapa dia malah membawa surat yang isinya sangat
berbeda.
“Saya tidak
tahu apa-apa mengenai hal itu, Yang Mulia,” jawabnya, “mungkin suratnya telah
ditukar pada malam hari ketika saya tertidur di hutan.”
Sang Raja
kemudian menjadi berang, “Kau tidak bisa mendapatkan semua ini begitu saja;
siapapun yang menikahi putriku harus membawakanku tiga helai rambut emas dari
kepala sang Iblis di Neraka; bawakan apa yang kuminta, maka aku akan
mengizinkanmu tetap bersama dengan putriku.” Dengan cara ini sang Raja berharap
dia dapat melenyapkan anak tersebut selama-lamanya. Namun pemuda itu menjawab,
“Saya akan membawakan rambut emas tersebut kepada Yang Baginda, saya tidak
takut dengan sang Iblis.” Dia pun meninggalkan istana dan pergi memulai
perjalanannya.
Jalan
tersebut membawanya ke sebuah kota besar di mana seorang penjaga yang berdiri
di sisi gerbang menanyakan apa keperluannya di sana, dan juga apa yang
diketahuinya. “Aku tahu segalanya,” jawab pemuda yang selalu beruntung
tersebut.
“Kalau
begitu kau bisa membantu kami,” kata si penjaga gerbang, “kalau kau bisa
memberitahu kenapa air mancur di pasar kami yang dulunya dapat mengeluarkan
wine, kini menjadi kering, dan bahkan tidak memancurkan air sekalipun?”
“Aku akan
segera memberitahumu,” jawabnya, “tapi tunggu setelah aku kembali.”
Kemudian dia
berjalan lebih jauh lagi dan tiba di kota lain, dan di sana juga telah berdiri
seorang penjaga gerbang yang bertanya apa keperluannya di sana, dan apa yang
diketahuinya. Aku tahu segalanya,” jawabnya.
“Kalau
begitu kau bisa membantu kami dan memberitahu kenapa sebuah pohon di kota kami
yang dulunya selalu berbuah apel emas, kini bahkan tidak lagi menumbuhkan
daun?”
“Aku akan
segera memberitahumu,” jawabnya, “tapi tunggu setelah aku kembali.”
Kemudian dia
melanjutkan perjalanannya dan tiba di sebuah sungai besar yang harus
dilaluinya. Si pengayuh sampan bertanya apa keperluannya dan apa yang
diketahuinya. “Aku tahu segalanya,” jawabnya.
“Kalau
begitu kau dapat membantuku,” kata si tukang sampan itu, “dan beritahu aku
kenapa aku harus selalu mengayuh bolak-balik, dan tidak ada seorang pun yang
mau membebaskanku dari tugas ini?”
“Aku akan
segera memberitahumu,” jawabnya, “tapi tunggu setelah aku kembali.”
Ketika dia
menyeberangi sungai, dia menemukan gerbang menuju Neraka. Di dalamnya gelap dan
dingin. Sang Iblis sedang tidak berada di rumah, namun neneknya sedang duduk di
sofa besar. “Apa maumu?” Tanya sang nenek kepadanya, tapi dia tidak terlihat
jahat.
“Aku ingin
mengambil tiga helai rambut emas dari kepala sang Iblis,” jawabnya, “kalau
tidak aku tidak dapat hidup bersama istriku.”
“Itu
permintaan yang sangat besar,” ujarnya, “kalau sang Iblis pulang dan
menemukanmu, dia akan segera menghabisi nyawamu; tapi karena aku merasa
kasihan, akan kucoba untuk menolongmu.”
Dia
merubahnya menjadi semut dan berkata, “Masuklah ke dalam lipatan bajuku, kau
akan aman di sana.”
“Baiklah,”
jawabnya, “tapi ada tiga hal yang juga ingin kuketahui: kenapa air mancur yang
dulunya mengeluarkan wine kini menjadi kering; kenapa pohon yang dulunya dapat
berbuah apel emas kini bahkan tidak lagi menumbuhkan daun; dan kenapa si tukang
sampan harus mengayuh bolak-balik dan tidak pernah dibebaskan dari tugasnya?”
“Itu
pertanyaan yang sulit,” ujarnya, “tapi kau harus diam dan perhatikan saja apa
yang Iblis katakan saat aku mencabut tiga helai rambut emasnya.”
Malam
harinya, sang Iblis pun pulang ke rumah. Tidak lama kemudian, dia menyadari
bahwa udara di rumahnya telah tercemar. “Aku mencium bau daging manusia,”
ujarnya, “ada yang tidak beres di sini.” Kemudian dia mengendus-endus ke setiap
sudut rumah dan mencari asal bau tersebut, namun dia tidak dapat menemukan
apa-apa.
Neneknya
lalu memarahinya. “Aku baru saja selesai menyapunya, semuanya telah ditata
rapi, dan kini kau membuatnya jadi berantakan lagi; kau selalu saja mencium bau
manusia di hidungmu. Duduklah dan habisi makan malammu.”
Saat dia
selesai makan dan mabuk, dia menjadi mengantuk, dan merebahkan kepalanya di
pangkuan sang nenek, dan tidak lama kemudian dia tertidur lelap dan mendengkur
keras. Kemudian neneknya mencabut sehelai rambut emasnya lalu menaruhnya di
dekatnya. “Oh!” teriak sang Iblis, “apa yang nenek lakukan?”
“Aku
mendapat mimpi buruk,” jawab sang nenek, “jadi aku tidak sengaja menarik
rambutmu.”
“Nenek mimpi
apa?” Tanya sang Iblis.
“Aku
bermimpi kalau air mancur di pasar yang dulunya menyemburkan wine kini telah
kering dan bahkan air pun tidak keluar dari sana; apa gerangan penyebabnya?”
“Oh, ho!
Andai saja mereka mengetahuinya,” jawab sang Iblis, “ada katak yang duduk di
bawah batu di dalam sumur; kalau mereka membunuhnya, wine pun akan mengalir
lagi.”
Dia tertidur
kembali dan mendengkur dengan kerasnya sampai jendela di dekat mereka bergetar.
Kemudian dia mencabut helai rambut kedua.
“Ouch! Apa
yang nenek lakukan?” teriak sang Iblis dengan geram.
“Jangan
marah dulu,” ujar neneknya, “aku tanpa sengaja melakukannya lagi karena
bermimpi buruk.”
“Apa yang
nenek mimpikan kali ini?” tanyanya.
“Aku
bermimpi bahwa di sebuah kerajaan, ada pohon apel yang dulunya dapat berbuah
apel emas, tapi kini bahkan tidak sehelai pun daun yang tumbuh di pohonnya.
Kira-kira, apa penyebabnya?”
“Oh! Kalau
saja mereka tahu,” jawab sang Iblis. “Ada seekor tikus yang menggerogoti
akarnya; kalau mereka membunuhnya, pohon itu akan kembali berbuah apel emas,
tapi kalau tikus itu dibiarkan saja, maka pohon itu pun akan mati. Tapi jangan
ganggu aku lagi dengan mimpi nenek; kalau nenek mengganggu tidurku lagi, aku
akan sangat marah.”
Sang nenek
menenangkannya dengan lemah lembut sampai dia tertidur pulas lagi dan
mendengkur. Kemudian dia menarik helai rambut emas yang terakhir. Sang Iblis
yang sangat terkejut langsung berdiri dan meraung, dan pasti telah memarahinya
kalau saja neneknya tidak segera menenangkannya lagi dan berkata, “Jangan salahkan
aku kalau aku mendapatkan mimpi buruk.”
“Kalau
begitu, apa mimpi nenek?” tanyanya, dan terlihat sangat penasaran. “Aku
bermimpi si pengayuh mengeluh karena dia selalu mengantar orang menyeberang
sungai, dan tidak pernah dibebaskan dari tugasnya. Apa penyebabnya?”
“Ah! Orang
bodoh itu,” jawab sang Iblis, “ketika ada yang datang dan ingin menyeberang,
dia harus menyerahkan dayungnya ke tangan orang tersebut, sehingga orang
tersebutlah yang harus mendayung sendiri dan dia pun dapat terbebas.” Karena
neneknya telah mencabut tiga helai rambut emas dari kepala sang Iblis, dan tiga
pertanyaannya pun telah terjawab, dia membiarkan Iblis tersebut tidur sampai
fajar.
Ketika sang
Iblis telah pergi, sang nenek pun mengeluarkan si semut dari lipatan bajunya,
dan mengembalikannya ke wujud manusia. “Ini tiga helai rambut emas yang kau
pinta,” ujarnya. “Dan apakah kau juga mendengar jawaban sang Iblis untuk ketiga
pertanyaanmu?”
“Ya,”
jawabnya, “aku mendengarnya, dan akan kucoba untuk tetap mengingatnya.”
“Kini kau
telah mendapatkan apa yang kau inginkan,” ujarnya, “dan sekarang kau dapat
pergi.” Dia berterima kasih kepadanya karena telah membantunya, dan
meninggalkan Neraka dengan perasaan bahagia karena semuanya berjalan dengan
sangat baik.
Ketika dia
bertemu si tukang sampan, dia meminta jawaban yang telah dijanjikannya.
“Antarkan dulu aku ke seberang,” pintanya, “kemudian aku akan memberitahumu
bagaimana caranya agar kau dapat terbebas,” dan ketika dia sampai di seberang,
dia memberikannya nasehat yang telah didengarnya dari sang Iblis, “Nanti, saat
ada seseorang yang datang minta untuk diantarkan ke seberang, serahkan saja
dayungnya kepadanya.”
Dia
melanjutkan perjalanannya dan tiba di kota di mana pohon yang tidak berbuah
tersebut berdiri, dan di sana sang penjaga gerbang pun meminta jawabannya. Jadi
dia memberitahukan apa yang telah didengarnya dari sang Iblis, “Bunuh tikus
yang menggerogoti akarnya, dan pohonnya pun akan kembali berbuah apel emas.”
Kemudian si penjaga gerbang berterima kasih kepadanya, dan menghadiahinya dua
keledai yang masing-masingnya membawa sekantong emas.
Akhirnya,
sampailah dia di kota yang sumurnya kering. Dia memberitahukan apa yang telah
didengarnya dari sang Iblis, “Ada seekor katak di bawah batu di dalam sumur;
kalian harus menemukannya dan membunuhnya, dan sumur itu pun akan kembali
mengalirkan wine.” Sang penjaga gerbang pun berterima kasih kepadanya, dan juga
memberikannya dua keledai yang membawa dua kantong emas.
Pemuda itu
pun tiba di istana dan menemui istrinya yang sangat bahagia karena dapat
bertemu kembali dengannya, dan juga karena mendengar betapa kayanya dia
sekarang. Dia membawakan apa yang diminta sang Raja, tiga helai rambut emas
sang Iblis, dan ketika sang raja melihat empat keledai yang membawa
berkarung-karung emas, dia pun menjadi sangat senang, dan berkata, “Sekarang
semua syarat telah dipenuhi, dan kau boleh tetap bersama dengan putriku. Tapi
katakan padaku, menantuku yang tersayang, dari mana kau mendapatkan emas
sebanyak itu?”
“Aku
menyeberangi sebuah sungai,” jawabnya, “di seberang, tepi sungainya terbuat
dari emas, bukan pasir.”
“Apa aku
juga boleh mengambilnya?” Tanya sang Raja dengan sangat antusias.
“Sebanyak
yang Anda mau, Yang Mulia,” jawabnya. “Ada seorang tukang sampan di sana; minta
agar dia menyeberangkan Anda, dan Anda dapat memenuhi karung-karung Anda dengan
emas di sana.” Sang Raja yang tamak pun pergi dengan tergesa-gesa. Setibanya
dia di sungai, dia mengisyaratkan kepada si tukang kayuh untuk
menyeberangkannya. Si tukang kayuh pun menyuruhnya agar naik ke sampan, dan
ketika mereka sampai di seberang, dia menyerahkan dayungnya kepada sang Raja
dan langsung melarikan diri. Akhirnya, mulai dari saat itu, sang Raja pun harus
terus mengayuh sebagai hukuman atas dosa-dosanya. Mungkin dia masih mengayuh?
Kalau iya, itu karena belum ada orang yang mengambil dayung tersebut darinya.
[selesai]
Comments
Post a Comment