Posts

Tante Mer

TANTE MER Dimuat di Majalah GADIS edisi No. 29, tgl 28 Okt - 6 Nov 2014. Oleh: Utami Panca Dewi             Ada yang berubah dengan Mama. Pulang kerja, Mama jadi sering mampir ke kafe. Secangkir  white coffe  selalu menjadi alasan keterlambatan Mama pulang ke rumah. Sebetulnya Mbok Mi juga bisa kalau cuma membikin secangkir  white cofffe.  Tetapi Mama selalu memberikan alasan sambil tersenyum. “Memang Mbok Mi bisa Ra. Tapi minum segelas kopi di sebuah kafe itu sensasinya lain.  Ntar deh , kapan-kapan Mama ajak kamu ya!” Begitu selalu kata Mama. Tetapi kapan-kapan itu tak pernah diwujudkan Mama. Zura tidak pernah ditawari Mama untuk ngopi bareng di kafe. Bagaimana Mama mau menawari? Sepulang dari kantor, Mama selalu langsung mampir ke kafe. Biasanya bersama teman-temannya. Dan Zura harus rela menunggu kepulangan Mama yang sekarang sering terlambat. Yang lebih mencolok lagi adalah penampila...

Seragam

Seragam Cerpen Pilihan Kompas Karya Aris Kurniawan Basuki Lelaki jangkung berwajah terang yang membukakan pintu terlihat takjub begitu mengenali saya. Pastinya dia sama sekali tidak menyangka akan kedatangan saya yang tiba-tiba. Ketika kemudian dengan keramahan yang tidak dibuat-buat dipersilakannya saya untuk masuk, tanpa ragu-ragu saya memilih langsung menuju amben di seberang ruangan. Nikmat rasanya duduk di atas balai-balai bambu beralas tikar pandan itu. Dia pun lalu turut duduk, tapi pandangannya justru diarahkan ke luar jendela, pada pohon-pohon cengkeh yang berderet seperti barisan murid kelas kami dahulu saat mengikuti upacara bendera tiap Isnin. Saya paham, kejutan ini pastilah membuat hatinya diliputi keharuan yang tidak bisa diungkapkannya dengan kata-kata. Dia butuh untuk menetralisirnya sebentar. Dia adalah sahabat masa kecil terbaik saya. Hampir 25 tahun lalu kami berpisah karena keluarga saya harus boyongan ke kota tempat kerja Ayah yang baru di luar pula...

Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian

Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian Cerpen Pilihan kompas Karya Avianti Armand Langit jadi merah. Seekor naga menukik, menyapu bintang-bintang dan matahari. Pucuk-pucuk sayapnya memercik bara. Api bertebaran. Angin berputing. Ketakutan disemprotkan ke udara seperti tinta gurita. Para satria berbaju zirah itu bergelimpangan. Jerit putus asa menyesaki ruang. Makhluk itu marah luar biasa. Rumah-rumah, pohon-pohon, pucuk gunung di kejauhan, jadi remuk tak jelas bentuk. Rata tanah. Semua. Kecuali satu anak yang berdiri tegak tak bergerak. Tangannya menggenggam busur yang selesai teregang. Wajahnya segelap batu, namun matanya seterang kilat. Dari busurnyalah panah besar yang menghunjam di dada sang naga. Naga itu pasti akan mati, Ibu, bisiknya. Lalu matanya terpejam. Mungkin tertidur. Atau mencoba tidur. Gambar di atas kertas besar itu kini didekap di dadanya. Gambar yang sesak dengan coretan dan garis tebal patah-patah yang diguratkan penuh emosi. Gambar yang cuma punya tiga ...

Perempuan Tua dalam Kepala

Perempuan Tua dalam Kepala Cerpen Pilihan Kompas Karya Avianti Armand Di dalam kepalaku hidup seorang perempuan tua pemarah yang gemar menghentak-hentakkan kaki dan berteriak-teriak. Begitu tuanya, dia menyerupai seonggok pohon kering-keriput, bungkuk, dan bengkok di sana-sini dengan sudut-sudut yang janggal. Suaranya seperti derit roda kekurangan minyak. Jika dia berteriak, aku terpaksa menutup telinga. Dia menghuni sebuah rumah reyot dari batu tanpa jendela. Hanya ada satu pintu besi berkarat yang selalu berbunyi saat membuka dan menutup. Seluruh dinding rumah itu ditumbuhi lumut gelap yang lebat. Ulat-ulat gemuk berwarna hitam hidup dan beranak-pinak di dalamnya. Sesekali kulihat perempuan itu mencungkili ulat-ulat tadi dari dinding, memasukkan mereka ke dalam panci, dan membawanya ke dalam rumah. Aku tak tahu apa yang dilakukannya dengan ulat-ulat tadi. Tapi tak lama sesudahnya, asap akan membubung dari cerobong. Ulat-ulat tadi mungkin telah jadi sup atau ramuan pembuat...

The Wicker Husband (Suami Anyaman)

The Wicker Husband  [Suami Anyaman] Cerpen Terjemahan Pengarang: Ursula Wills-Jones Penerjemah: Harum Wibowo Pad a zaman dahulu kala, hiduplah seorang gadis yang buruk rupa. Dia bertubuh pendek dan gemuk. Salah satu kakinya lebih panjang, dan alis matanya saling menyambung. Membersihkan perut ikan merupakan pekerjaannya sehari-hari, sehingga tangannya selalu berbau aneh dan bajunya dipenuhi sisik-sisik ikan. Dia tidak memiliki ibu, ayah, saudara, maupun teman. Dia tinggal sendirian di sebuah gubuk yang bobrok di pinggiran desa. Namun begitu, dia tidak pernah mengeluhkan kondisinya. Satu demi satu, gadis-gadis di desa menikahi laki-laki di sana. Mereka berjingkrak-jingkrak naik ke pelaminan gereja dan tersenyum sepanjang jalan. Pada saat pesta pernikahan, gadis buruk rupa itu selalu berdiri di belakang gereja, tercium sedikit bau amis dari tubuhnya. Para wanita desa selalu menggunjingnya. Mereka penasaran dengan apa yang dia lakukan terhadap uang penghasilannya. Gad...